Sabtu, 10 Januari 2009

SASTRA GENDER DAN PSIKOSOSIAL RAJAA

Judul Buku : The Girls Of Riyadh (Edisi Bahasa Indonesia)
Penulis : Rajaa Al Sanea
Penerjemah : -
Penerbit : -
Tebal : 406 Halaman


Membaca karya Rajaa, saya menemukan gaya penulisan yang berbeda dari kebanyakan karya novel. Teringat saya akan tulisan Rayni N. Massardi dengan buku perjalanannya menuju kursi legislatif di tahun 2004 lalu. Sangat sedikit dialog di dalamnya. Buku ini, penuh dengan rentetan peristiwa dan diskripsi yang dalam dari tokoh-tokoh yang diakuinya sebagai sahabat-sahabat penulis. Qamrah, Lumeis, Shedim dan Michelle.

Rajaa sendiri menyebutnya ini sebagai sebuah riwayat. Kristalisasi dari perjalanan panjang empat sahabat perempuannya untuk menemukan dan menguatkan nilai-nilai yang kelak akan menjadi prinsip-prinsip dalam kehidupan mereka. Bahkan sebenarnya dia sudah ingin memulai menuliskannya lima tahun yang lalu.

Bisa dimaklumi mengapa buku ini dilarang peredarannya di negara asal Rajaa. Bahkan menurutnya sendiri, ketika riwayat ini menjadi rangkaian email bersambung yang senantiasa dinantikan di hari Jum’at di negaranya, dampak dari isinya menjadi cukup spektakuler. Beberapa respon dia tuliskan juga di email sebagai pengantar kisah keempat sahabatnya menemukan jati diri di tengah perbedaan sosiobudaya.

Rajaa dengan kuat menggunakan pisau gender dan psikososial untuk melakukan analisis yang ditampilkannya dengan bahasa sastra yang cukup enak. Kita akan menemukannya dengan begitu vulgar di beberapa bagian. Salah satunya di bagian 11 ketika Shedim menemukan sedikit gambaran penyebab Walid meninggalkannya setelah kejadian yang dianggapnya sebagai penyerahan diri seutuhnya sebelum pernikahannya.

Melalui karangan Ummu Nuwair yang melakukan pengkatagorian laki-laki dan perempuan Arab berdasarkan beberapa aspek. Kepribadian yang dilandasi keyakinan dan ikatan yang kuat pada institusi keluarga, nilai-nilai keyakinan yang diilustrasikan secara samar, namun kuat ditampilkan sebagai tatanan aturan dan hukum di negeri ini. Faktor ini digambarkan begitu kuat sehingga masih belum mampu dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang diyakini bisa membentuk kepribadian dan kepercayaan diri seseorang.

Seperti di bagian yang lain, pendidikan dan kedudukan sosial politik yang tinggi sebagaimana yang digambarkan pada sosok Faraz, tetap saja tidak bisa mengubah kuatnya pengaruh keluarga, lebih dominannya adalah ibu, dalam menentukan sikap dan mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Secara transparan digambarkan, bagaimana kesalahan sikap dan keputusannya ini menjadi berdampak fatal, selain merugikan perempuan yang telah dinobatkan menjadi istrinya dan membuka peluang terjadinya perselingkuhan dan perzinahan.

Bukan hanya pada sosok Faraz, kita juga akan menemukan penderitaan Qamrah lahir dan batin akibat ketergantungan suaminya (Rasyid) yang pada akhirnya diketahui memiliki hubungan khusus dengan Karey. Rasyid menguatkan alasan mengapa ia tidak mudah begitu saja meninggalkan gadis Jepang ini. Keluarga Karey lah yang telah benyak memberikan dukungan, terutama pada saat-saat Rasyid benar-benar dalam kesulitan. Alasan ini dipergunakan sebagai pembenaran atas pemikiran, sikap dan tindakannya untuk tidak sepenuh hati mencintai Qamrah, bisa meluapkan amarah dengan kekerasan lahir dan batin, pada akhirnya meninggalkan perempuan yang telah dinikahinya dan kembali pada “cinta sejatinya”, Karey.
Meski kisah keempat gadis ini dituturkan tidak runut, gaya sastranya yang lugas membuat dengan mudah kita menarik benang merah yang menghubungkan setiap peristiwa dalam kurun waktu yang jelas.

Pemberontakan yang halus terhadap kultur asli Arab dipaparkan dengan melakukan komparasi tersembunyi bahkan terang-terangan dengan budaya yang lebih mengedepankan kebebasan dan kemerdekaan berideologi, berpikir, bersikap dan bertindak. Meski diantara pengantar tiap bagian, penulis mencoba menyangkal komparasi sebagai bentuk pemberontakan, jelas pembaca bisa menemukan dengan begitu tegas di bagian awal dan akhir buku.
Meski kultur yang kuat dengan tatanan hukum negara tidak sama dengan di negeri ini, buku ini menginspirasu kita, bagaimana sebenarnya potret perempuan di negeri ini jika telah dihadapkan pada persoalan cinta, pernikahan, konsep dan citra diri serta perjuangan untuk harkat dan martabat. Lebih sederhana dan dalam lingkup kecil......... untuk dirinya sendiri...............


Cimahi, 19/06/2008 7:09:18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar