Senin, 12 Januari 2009

BERKELANA DI 42 NEGARA BERBEKAL KEBERANIAN

Judul Buku : Edensor
Jenis : Novel
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta
Cetakan : Cetakan XIII, April 2008
Tebal : 294 + xiv halaman

Terlalu terpaku pada judul buku ini, saya berharap Andrea akan menuliskan banyak kisah yang melekatkan ingatannya selalu pada A Ling kisah-kisah di desa Edensor. Edensor telah menjadi citra yang melekatkannya pada cinta pertama dan sekaligus cinta terindahnya sampai saat novel ini ditulis. Saya kecewa. Tapi sekaligus saya menemukan sebuah journey yang sangat luar biasa dari spirit impian-impian. Tapi itulah yang diinginkan penulis. Andrea tak ingin mengulang apa yang telah dilukiskan tentang Edensor di Seandainya Mereka Bisa Bicara karya Herriot.

Buku ini ibarat folder yang diprotect sehingga merangsang rasa ingin tahu pembaca. Ibarat membuka sebuah situs dengan banyak opsi, dimana beberapa halamannya masih kosong, menunggu sang penulis untuk menggoreskan rinciannya lebih lanjut. Seperti halnya ia dan Arai menghabiskan liburan musim panas dengan melakukan perjalanan sebagai bagpacker sepanjang Eropa dan Afrika, pasti akan terurai kisah yang luar biasa seru. Namun Andrea hanya memaparkan beberapa hal yang dianggap “pantas” menghubungkan buku ketiganya ini dengan konsep tetralogi Laskar Pelangi.


Beberapa keajaiban yang terjadi selama perjalanan di 42 negara telah menunjukkan hal itu dengan memberikan beberapa jawaban dari ungkapan kalimat-kalimat yang mengundang penasaran di buku keduanya, Sang Pemimpi. Kutukan “ikan duyung” dari Capo Lam Nyet Pho yang menjadi kenyataan, bahkan menjadi solusi yang menghantarkannya mewujudkan impian mengeliling Eropa dan Afrika, pertemuannya dengan tokoh mujahidin Baloch Afganistan ¾ Oruzgan Mourad Karzani, peristiwa memalukan sebagai teguran Tuhan kepada Arai akibat keisengan masa kecilnya dulu.


Dalam karyanya ini, Andrea lebih banyak melakukan refleksi kehidupannya yang menggariskan dirinya sebagai individu, sebagai anak bangsa dan sebagai seorang muslim. Seperti yang dituliskan di halaman 207:


Ajaib, secara fisik seharusnya aku telah runtuh. Namun dalam diriku memantik bara yang membesar hari demi hari. Semakin kejam Rusia menindasku, semakin keras inginku menaklukannya. Rusia telah membuatku menemukan intisari diriku. Rusia adalah potongan terbesar mozaik hidupku, yang membuka ruang dalam hatiku untuk memahami arti zenit dan nadir hidupku, seperti pesan Weh dulu.


Di bagian lain (halaman 229) Andrea kembali menegaskan:

Berkelana tidak hanya telah membawaku ke tempat-tempat spektakuler sehingga aku terpaku, tak pula hanya memberiku tantangan ganas yang menghadapkanku pada keputusan hitam putih, sehingga aku memahami manusia seperti apa aku ini. Pengembaraan ternyata memiliki paru-parunya sendiri, yang dipompa oleh kemampuan menghitung setiap resiko, berpikir tiga langkah ke depan sebelum langkah pertama diambil, integritas yang tak dapat ditawar-tawar dalam keadaan apapun, toleransi dan daya tahan. Semua itu lebih dari cukup untuk mengubah mentalitas manusia yang paling bebal sekalipun. Para sufi dan mahasiswa filsafat barangkali melihatnya sebagai hikmah komunikasi transendental dengan Sang Maha Pencipta melalui pencarian diri sendiri dengan menerobos sekat-sekat agama dan budaya. Aku dan Arai menyebutnya sebagai: akibatnya kalau berani-berani bepergian sebagai pengamen!

Luar biasa bukan???!! Elegan dalam kesederhanaannya!

Bagaimana pula ia menemukan tiga paradoksial selama hidup di negeri orang yang meneguhkan dirinya sebagai individu berbangsa Indonesia. Demikian juga ia mencatat dalam aliran darah tubuhnya,”Tak selembar pun daun jatuh tanpa sepengetahuan Allah.” Selama hidup di rantau orang, yang dipertegas dengan perjalanan musim panasnya, dirinya dan Arai terus berjalan dengan jalan dien al Islam, ditengah lingkungan dan budaya dimana Islam begitu asing, dimana menemukan masjid (sebagaimana pesan ayah mereka) bukanlah hal mudah sebagaimana di kampung halamannya dan Indonesia.
Di akhir, Andrea ingin kita mencicipi satu rasa termanis, dan kemudian ia tak membiarkan kita menikmatinya sampai puas dan habis, di perjalanan akhir studinya, perjalanan akhir di rantau orang, di tengah sebuah segmen kejenuhan penantian, dalam perjalanan dengan menggunakan bus yang meliuk-liuk ke pelosok desa yang tak dikenalnya, sampailah ia pada obat kepiluan cinta pertamanya: “Sure lof, it’s Edensor....”





**************

Cimohai, Rabu 16/07/2008 14:50:39

Saya yakin (tentu seyakin Anda pula) akan menemukan rangkaian makna tetralogi ini setelah membaca keempat bukunya. Saya menunggu selesainya saya baca buku kedua dan ketiga, serta launching buku keempat (Maryamah Karpov) yang rencananya akan di”launching” pada bulan September 2008 yang akan datang. Kita tunggu saja bersama! Pasti sangat menarik dan luar biasa!!!!!

MENANGIS TERTAWA DALAM SATU WAKTU

Judul Buku : Sang Pemimpi
Jenis : Novel
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta
Cetakan : Cetakan X, Nopember 2007
Tebal : 288 + ix halaman


”Sebaiknya novel ini juga dibaca anak-anak kita yang beranjak remaja.”
Itulah yang terbetik dalam benak saya setelah selesai membaca novel ini. Andrea menceritakan penemuan nilai diri dalam kebersamaannya dengan Arai (sang Simpai Keramat, julukan bagi orang terakhir yang tersisa dari suatu klan). Penuh dengan spirit. Penguasa perasaan. Itulah predikat yang tepat saya citrakan untuk Sang Pemimpi.
Dengan membacanya, seakan isi dada sang penulis begitu transparan. Kita bisa melihat sang penulis jauh ke dalam lubuk hatinya. Karena inilah otobiografinya yang dipaparkan dengan begitu populis dan menawan. Hingga kemudian di akhir perjalanan dan bacaan, kita bukan hanya mengagumi bagaimana novel ini dituliskan, isi dan gaya sastra yang mewarnainya, namun kita juga akan mengagumi sebuah perjalanan kehidupan yang begitu nyata.

Perjalanan hidup sang penulis. Potongan mozaik-mozaik kehidupan Andrea Hirata beserta semua mahluk di sekitar kehidupannya yang berperan dalam pembentukan jati dirinya. Seakan tidak ada yang terlewatkan dan dituliskan dengan penuh ketulusan penghargaan.

Kita tiba-tiba bisa tersenyum, terpekik, tertawa bahkan tergelak. Namun dengan seketika pula kita bisa terhanyut dalam kesedihan, kedukaan, kemeranaan, kepiluan dan tangis.

Perubahan perasaan (selama membaca) yang sedemikian drastis bukan hanya kita temukan dalam peralihan bab, namun juga akan kita dapati di peralihan alinea. Sungguh fantastis Andrea merangkai kisah berduanya dengan Simpai Keramat dengan menggunakan rangkaian kata. Saya menikmatinya sehati dengan penulisnya yang berkisah juga dengan hati. Luar biasa!


Pengalaman masa remajanya, kenakalannya yang didorong rasa ingin tahu dan solidaritas, prestasi, keterpurukan motivasi yang sempat menghancurkan prestasinya, ukiran impian yang memberi ruh kekuatan dan perjuangan untuk mencanangkan cita-cita, meski menurut akal sehat untuk mencapainya tampak sebagai suatu kemusykilan. Tapi, Andrea bersama saudara sepupunya (Arai) dan sahabatnya yang gagap dan obsesif kompulsif terhadap kuda (Jimbron) tengah berada dalam euforia Sorbonne yang memacu seluruh energi positifnya!

Inilah salah satu pelajaran hidup untuk pembaca. Refleksi diri terhadap realita hidupnya saat itu, dituliskannya:

Namun tak pernah kusadari sikap realistis sesungguhnya mengandung bahaya sebab ia memiliki hubungan linear dengan perasaan pesimis. Realistis tak lain adalah pedal rem yang sering menghambat harapan orang.


Di bagian lain, Andrea menuliskan bagaimana efek tegas dari sikap realistis yang pada akhirnya berpengaruh dalam salah satu penggalan kehidupannya:

Seyogyanya sikap buruk yang berbuah keburukan: pesimistis menimbulkan sinis, lalu iri, lalu dengki, lalu mungkin fitnah. Dan dengarlah ini, Kawan, akibat nyata sikap buruk itu:

”Tujuh puluh lima!! Sekali lagi 75!! Itulah nomor kursi ayahmu sekarang....”

Peringkat 75 setelah peringkat 3........!

Dalam buku ini, cita-citanya makin tergambar jelas. Fondasinya terbangun sejak ia duduk di SD Muhammadiyah, sebagaimana yang dikisahkan dalam Laskar Pelangi. Perjalanannya merantau ke Pulau Jawa dan terdamparnya dirinya dan Arai di Bogor merupakan kelanjutan dari sikap mandiri dan harapannya untuk mewujudkan impiannya.

Di akhir kisah, Andrea menggoreskan rasa kagum setelah ia capai kesarjanaannya dengan segala perjuangannya, serta menitipkan rasa ingin tahunya kepada pembaca akan nasibnya kelak di Universite de Paris, Sorbonne setelah ia dan Arai dinyatakan berhasil mendapatkan beasiswa Uni Eropa untuk study of science.


**************

Cimohai, Rabu 16/07/2008 12:45:49

Saya yakin (tentu seyakin Anda pula) akan menemukan rangkaian makna tetralogi ini setelah membaca keempat bukunya. Saya menunggu selesainya saya baca buku kedua dan ketiga, serta launching buku keempat (Maryamah Karpov) yang rencananya akan di”launching” pada bulan September 2008 yang akan datang. Kita tunggu saja bersama! Pasti sangat menarik dan luar biasa!!!!!

Jumat (11-7-2008) pagi, saya excited dengan Zaki, ketika dia menceritakan bahwa gurunya mengapresiasi novel Laskar Pelangi sehingga membuatnya berkeinginan untuk membaca (bacaan semacam ini masih cukup terbatas ketersediaannya di kota seperti Tulungagung). Saya spontan juga mengapresiasi dua novel rangkainnya: Sang Pemimpi dan Edensor. Zaki sangat antusias. Bahkan ketika saya tanya, apakah dia mau membacanya. Dia katakan,”Mau, mi.” Alhamdulillaaaahirabbil ‘aalamiin.

MY GREAT ADVENTURES WITH LASKAR PELANGI

Judul Buku : Laskar Pelangi
Jenis : Novel
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta
Cetakan : Cetakan XVII, Januari 2008
Tebal : 529 + xiv halaman



Saya merasa sangat terlambat untuk menikmati buku ini. Telah cetakan ketujuhbelas! Dua setengah tahun dari saat novel ini di launch. Sedikit kecewa, tapi saya merasa sangat bersyukur ketika salah seorang teman lama yang bekerja di salah satu penerbit Indonseia meminta saya untuk membaca buku karya Andrea Hirata yang sangat inspiratif ini.
Dan saya menemukan kebenaran kata-kata teman tadi! Saya juga tidak menafikkan setiap komentar para tokoh dan pecinta sastra terhadap buku ini. Sehingga ketika saya ingin membuat catatan kecil disini tentangnya, tiba-tiba saya merasa sangat gagap. Karena semua sudah terwakili dalam komentar-komentar dan analisis yang sangat tajam yang juga disitir dalam kitab Laskar Pelangi ini.

Penulis mengajak kita untuk benar-benar menggunakan seluruh kekuatan indra kita untuk menikmati setiap realita dan peristiwa yang dikisahkannya. Detail diskripsi disatu sisi akan membuat kita kehilangan konteks kisah perjalan para tokoh pelakunya, namun disisi lain, pembaca dikondisikan untuk mengasah ketajaman indra dalam perjalanan imajinasi Andrea.


Penyajian istilah-istilah ilmiah untuk mendiskripsikan makhluk dan peristiwa, memberikan pengaruh moody bagi pembaca. Di suatu kala pembaca diajak untuk menjelajahi dunia sains yang luas dan penuh kejlimetannya. Dan pada kala yang lain kita dihenyakkan pada kekayaan pengetahuan penulis bukan hanya dalam kata, kalimat, gaya sastra, namun juga pada sains, hidup dan kehidupan, kejiwaan dan spiritual.


Namun luar biasa! Ramuan yang sangat istimewa bagi seorang yang tidak terlalu paham dengan sastra sebagai logy. Bukan sekedar hiburan jenaka (karena kita akan menemukan sangat banyak peristiwa dan tutur – sikap nan jenaka), tapi kita disuguhi pengetahuan tentang sejarah, sosiologi, kebijakan, akhlak, bagaimana penting dan konsekuensi memegang prinsip dan nilai hidup dengan sangat natural.


Ikal yang membangun karakter, kepribadian, keyakinannya dan menemukan jati diri dari sebuah perjalanannya sebagai murid sekolah gudang kopra Muhammadiyah di Belitong; bagian dari pecinta dan penikmat pelangi setiap usai hujan ¾ sehingga diberi nama istimewa oleh ibunda guru yang istimewa (Ibu Musimah) sebagai Laskar Pelangi dengan segenap petualangan yang luar biasa, bahkan dengan sebuah gang menyesatkan (Societeit de Limpai) dengan petualangan yang menakjubkan dan diakhiri dengan ”pesan” kebenaran yang lumayan konyol, bahkan perjalanan cinta pertamanya yang membuatnya mengungkapkan kesadaran sebagaimana kita akan dapati di halaman 337:


Jika berfikir positif, ternyata mengenal seseorang secara emosional memberikan akses pada sebuah bank data kepribadian tempat kita dapat belajar banyak hal baru.

Jelas dalam buku ini dia menguatkan pesan, dia bukan siapa-siapa dan tidak akan pernah menjadi siapa-siapa tanpa gurunya, teman-teman dan Laskar pelangi-nya, sekolahnya, dan lingkungan yang begitu keras terhadap mereka. Dia bukan tokoh dalam kisah ini. Dia menjadikan semua sebagai pusat cerita, dan Andrea hanya mengambil sebagian kecil darinya untuk dirinya. Tentang sebuah kisah penemuan arti cinta dari sekilas kisah dengan A Ling yang membawa kita melihat romantisme ibarat ”majma’ul bahrain”, romantisme tempo doeloe dan kekinian.

Perubahan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Dipaparkan dengan begitu alamiah, tanpa insiden yang inkoherensial. Mahar yang semula merupakan Jules Verne bagi Laskar Pelangi dan sekolahnya bisa berubah menjadi dedengkotnya Societeit de Limpai, kelompok pecinta dunia misteri setelah sebelumnya nyaris terjebak dalam kesyirikan yang sangat bertentangan dengan aqidah yang diajarkan perguruan Muhammadiyah. Begitu juga nasib sang Einstein Muhammadiyah Belitong, Lintang, yang dituntut menjadi manusia dewasa demi kelangsungan hidup 13 orang anggota keluarganya, disaat ia seharusnya masih mengenyam pendidikan. Flo yang tomboi, pembangkang, terlalu percaya diri, akhirnya mampu berbusana muslimah dengan tetap berkarakter.


Di beberapa bagian, saya laksana diajak berpetualang seperti ketika saya menikmati buku serial Lima Sekawan (dulu saat saya masih kecil), atau menonton serial Bolang (Bocah Petualang yang ditayangkan rutin di salah satu televisi), mememori ulang mencari beberapa kesamaan dengan kehidupan masa kecil saya hingga menemukan keasyikan bersama antara saya dengan penulis melalui medium novel ini, bahkan buku Ghostbumps (dimana saya sering melarang anak-anak saya membacanya.....:D) dan kita tetap akan menemukan benang rasionalitas dalam keyakinan mistis yang menyelimuti sebagian orang dalam kisah ini.


Sebuah penghargaan yang sangat besar terhadap lingkungan, sejarah hidup dan kehidupan, perjuangan semua manusia yang dia kenal (teman, guru, orang tua dan keluarga teman-temannya, bahkan setiap manusia yang berpotensi sebagai ”rival” sebagaimana yang dipaparkan tentang komunitas PN yang tidak pernah lepas dari arogansi dan ekslusivismenya) dan tentunya nilai-nilai yang berkembang diantara mereka.

Saat membacanya, kita juga akan membuka tabir kekayaan pengetahuan penulis bukan hanya tentang ilmu pengetahuan alam, namun juga sosial, psikologi, ilmu agama, spiritualitas, dan tentang cinta (sedikitnya begitu untuk ilmu yang terakhir ini). Tergambar jelas dalam setiap diskripsinya yang jelas, rinci dan rijit. Kita telah dibawa pada kekayaan dan kemiskinan di setiap detail lokasi peristiwa, serta karakter dan perilaku setiap tokoh dan nyaris figuran dalam kisah ini.

Sungguh. Buku ini memaktub pesan betapa berharganya masa kecil seseorang. Meski tidak selalu apa yang menjadi cita-cita masa kecil akan terwujud meski sudah dengan melalui berbagai strategi dan pengorbanan. Namun untuk kesekian kalinya (diluar baaan buku bigrafi para tokoh) kita kembali disadarkan betapa nasib hidup seseorang ditoreh pertama kali melalui kehidupan masa kanak-kanak. Perubahan-perubahan yang drastis bahkan spektakuler ketika seseorang dewasa, juga dimulai dari sini. Jelas ini bisa kita baca dalam bab-bab terakhir yang memberikan pesan sekaligus resume dari perjalanan Ikal dan seluruh soulmatenya dalam Laskar Pelangi.



**************

Cimohai, Ahad 06/07/2008 8:34:26

Saya yakin (tentu seyakin Anda pula) akan menemukan rangkaian makna tetralogi ini setelah membaca keempat bukunya. Saya menunggu selesainya saya baca buku kedua dan ketiga, serta launching buku keempat (Maryamah Karpov) yang rencananya akan di”launching” pada bulan September 2008 yang akan datang. Kita tunggu saja bersama! Pasti sangat menarik dan luar biasa!!!!!

DATANG KAPAN SAJA DAN KARENA APA SAJA

Judul Buku : Karenamu Aku Cemburu
Jenis : Novel
Penulis : Asma Nadia, dkk
Penerbit : PT. Lingkar Pena Kreativa, Depok
Cetakan : Cetakan IV, April 2008
Tebal : 161 + x halaman

Bisa diyakini kalau cemburu merupakan salah satu sifat dasar manusia. Biarpun terasa sedemikian halus, sebagaimana yang dituliskan Ifa Afianti, salah satu kontributor tulisan dalam buku ini, dirinya tersentil oleh adanya perasaan itu, sedangkan ia sangat percaya tidak mudah dikuasai di masa-masa sebelumnya. Atau yang secara sadar tidak ingin dikuasai perasaan yang memeras hampir seluruh energi kehidupan manusia ini, seperti Syifa Aulia. Atau yang sengaja meninggalkannya setelah pernah mempercayainya sebagai salah satu kekuatan cinta, dan kemudian lelah, membiarkannya, mengganggap keberadaannya sebegai ketiadaan, sebagaimana ibu mertua Utie Arin.

Kehadiran cemburu, sebagaimana empat belas kisah yang dikemas oleh Asma Nadia ini telah mengisahkan pelangi kisah hadirnya mahluk yang bernama cemburu dalam kehidupan perempuan. Kedatangannya bak sirine kewaspadaan terhadap ancaman pada eksistensi perempuan (baca: istri), meski ternyata tidak selamanya juga mengancam biduk rumah tangganya. Seperti yang dikisahkan Fita Chakra yang merasa cemburu bukan pada perempuan, melainkan pekerjaan dan hobi suami. Karenanya terjadi tenggang komunikasi, ketersisihan, hingga keterasingan ¾ keberadaannya tidak berbeda dengan ketiadaannya :( :(.

Meski ada sisi kesamaan, namun cemburu masih berbeda dengan iri. Rasa ingin memiliki seutuhnya, namun bukan bermakna keserakahan dan bukan pula dominasi mutlak. Meski terkadang keberadaannya dianggap diluar akal sehat, terutama oleh laki-laki (baca juga: suami), tapi ia tetap mampu bercokol lantaran sumber kecemburuan itu juga dianggap mampu merebut perhatian dan simpatinya. Hanya karena foto masa lalu, atau foto artis (yang dituliskan Asma di buku ini), mertua, keluarga suami, bahkan mimpi....... yang jelas absurd!

Namun tidak bisa dipungkiri sejumlah produk teknologi komunikasi bak katalisator terjadinya peristiwa-peristiwa yang mengundang kehadirannya. Handphone menjadi primadona sebagaian besar hubungan tidak resmi dan sembunyi-sembunyi yang dilakukan beberapa suami, dan untuk beberapa lama dianggap aman. Tayangan situs, VCD/DVD porno dan budaya chatting dengan segala pengelanaan para cyberman menjadi jenis candu baru yang dalam batas waktu tertentu juga akan menjadi ancaman potensial bagi keutuhan dan keharmonisan pasangan suami istri.

Bagi beberapa perempuan, entah karena latar belakang masa lalu, proses belajar kehidupan yang cukup menyakitkan (akhirnya merasa lelah, merasa perlu untuk mengabaikan, atau hingga apatis), membaca dan belajar dari pengalaman hidup orang lain, atau juga karena aktivitas dan kesibukan yang menghabiskan sejumlah besar waktunya, memiliki pandangan dan sikap lain terhadap kecemburuan. Semakin memanjakan keberadaannya, semakin terasa besar sakit dan siksaan yang dirasakannya. Semakin terasa perih ketika sebagian atau seluruh semangat dan energi hidup dilucuti karenanya.

Buku ini tidak menasehati kita, bagaimana kita mengelola perasaan yang bisa hadir karena apa saja dan datangnya pun tak kenal waktu ini. Buku ini bukan buku psikologi perkawinan. Bukan juga buku panduan konseling pernikahan. Sehingga membacanya pun tidak memenatkan dan menggerahkan seperti berhadapan dengan konselor perkawinan (baca: BP4), meski menyesakkan dada karena empati, simpati, kelucuan, keunikan rangkain kisahnya.

Kita akan menemukan sejumlah magnet yang mengikat dengan sebagian kecil, besar atau bahkan seluruhnya karena adanya kesamaan dengan jalan hidup kita. Maka kita pun akan berusaha memerasnya, menuangkan sari patinya, menyiramkannya pada hati dan pikiran kita, dan berharap itu menjadi salah satu katalisator penguat kita dari ujian yang bernama cemburu..............



♥♥♥♥♥♥♥

KETIKA HATI SETIAP ISTRI BERBICARA

Judul Buku : Catatan Hati Seorang Istri
Jenis : Novel
Penulis : Asma Nadia
Penerbit : PT. Lingkar Pena Kreativa, Depok
Cetakan : Cetakan VII, Feruari 2008
Tebal : 211 + xi halaman

Menangis, meratapi nasib, menganggap bahwa Tuhan telah tidak adil, sulit menerima kenyataan yang jauh dari harapan dan impian, seringkali menjadi bentuk respon yang tanpa disadari justru makin melemahkan diri dan bahkan menutup pintu dan jendela kemungkinan kita bisa mengenali banyak pelajaran hidup yang mampu mengayakan jiwa dan iman kita.
Tidak mudah. Itu juga yang ditulis Asma di lembar awal yang mengantarkan rangkaian cerita dan nukilan catatannya dengan paparan yang sangat menyentuh, menarik hampir seluruh perasaan kita untuk hanyut dalam setiap kisahnya. Menarik, karena buku ini penulis mengetuk pintu dan jendela itu, untuk mengalirkan energi yang mengubah kelaziman respon menjadi energi positif. Dengan berbagi cerita. Dengan menulis dan membuat catatan dari setiap jengkal perjalanan hidup, setiap tetes air mata dan keringat, setiap detak jantung kebahagian, kesedihan, kegundahan, kepedihan, kegamangan, dan segala rasa untuk mencari, menemukan, menggenggam dan meyakini akan makna dan keberadaan cinta, pernikahan, kepercayaan dan kesetiaan.
Perempuan memiliki kekayaan kisah. Ketika kita baca buku ini, kita akan menemukan kilasan-kilasan yang itu sebagian atau seluruhnya juga dekat dengan kehidupan kita.
Dan masih mengutip kalimat penulis,
”Sebab ternyata betapa dahsyat kekuatan yang dimiliki perempuan, sosok yang seringkali dianggap lemah, tidak berdaya, dan pada tataran tertentu sering hanya dianggap sebagai mahluk nomor dua.”

Meski sempat juga terasa gamang ketika membaca penggalan kisah perempuan yang terpaksa berkorban jiwa dan bahkan raganya untuk pencarian dan mempertahankan cinta, rumah tangga, serta prinsip dari sebuah pernikahan. Di satu sisi kita melihat penerimaan, pertahanan diri dan kepasrahan sebagai sebuah kelemahan dan ketidak berdayaan. Namun jika kita menelisik lebih jauh, disitulah salah satu kekuatan perempuan yang seringkali dicerminkan sebagai mahluk yang menerima cinta tanpa sebuah syarat.
Seirama dengan kesabaran, ketabahan sebagai manifestasi kekuatan hidup perempuan, pembaca pun tersentil dengan rangkaian kenakalan hingga kedzaliman laki-laki (baca: suami) yang siap membunyikan sirine bahaya di alam bawah sadar para pembaca perempuan.
Dampak negatif kecanggihan teknologi yang semula diyakini tak mampu menembus bahkan menghancurkan hati yang penuh dengan iman, ternyata janji keindahan fatamorgananya mampu menyusup dengan begitu lembut dan melunturkan secara pelan namun pasti.
Buku ini secara halus mengasah dan mempertajam empati dan kepedulian, mendorong pembaca untuk membuat kerangka tersendiri bagaimana seharusnya menyikapi ujian-ujian hidup dan kehidupan dalam rumah tangga. Rangkaian kisah ini tidak menawarkan solusi baku, namun membawa nilai-nilai yang secara rasio pun tidak mungkin ditolak. Kepada Allah lah kembalinya segala urusan dan kepadaNya lah kita mohon pertolongan.


**************

KAJAIBAN TAK SELALU "HAPPY"

JUDUL BUKU : Pudarnya Pesona Cleopatra
JENIS : Novel (kumpulan 2 novelet)
PENULIS : Habiburrahman El Shirazy
CETAKAN : Cetakan XV, Maret 2008
PENERBIT : Penerbit Republika
TEBAL : 111 + x halaman


Buku yang terdiri dari dua novelet ini, yang diakui penulis sebagai eksperimennya sebelum menulis novel AAC (Ayat-Ayat Cinta), telah menampilkan citra dan ciri khusus dari nafas cerita yang akan disuguhkan kang Abik (penulis biasa dipanggil demikian). Citra dan ciri itu juga muncul di beberapa novel yang sempat saya baca, baik itu AAC maupun KCB (Ketika Cinta Bertasbih).

Novelet pertama yang bertajuk sama dengan buku ini, cukup menarik dibanding beberapa penulisan lainnya. Seringkali pembaca disuguhkan penceritaan yang berakhir bahagia. Itulah satu babak perjalanan hidup. Berhentinya sinusoid tepat di puncak melewati garis keseimbangan, dan kemudian membentuk garis keseimbangan baru dengan titik puncak itu sebagai awal mulanya. Anggaplah demikian.............. Seperti itulah fenomena dalam mayoritas penulisan fiksi. Citra happy ending ini terkadang membuat pembaca turut berhenti untuk mengimajinasikan, apa yang terjadi setelah itu.

Seperti yang disuguhkan dalam novelet kedua di buku ini. Pernikahan Niyala dan Faiq merupakan suatu keajaiban yang sangat menggembirakan dan membahagiakan. Sekaligus merupakan anugerah dan solusi bagi Niyala yang saat itu menghadapi dilema antara keinginannya berbakti kepada ayahnya dengan penolakan hatinya yang sangat kuat terhadap calon suami yang dijodohkan ayahnya.

Berbeda dengan novelet Pudarnya Pesona Cleopatra. Disini, pergulatan nurani yang terjadi pada sang tokoh cerita untuk menemukan cinta kepada sang istri disela baktinya kepada ibunda merupakan kisah yang jarang sekali diungkap dalam dunia laki-laki. Menemukan laki-laki dalam dilema sebagaimana dalam novelet ini, mengambil sikap tidak layaknya laki-laki zaman globalisasi, merupakan kisah 1001 diantara kelaziman saat ini.

Kehidupan laki-laki yang identik dengan kebebasan, kemerdekaan, kurangnya ikatan perasaan, egois alias semau gue, jika dihadapkan pada kehidupan semacam ini, lebih lazim mengambil langkah jalan pintas. Misalnya saja menceraikan istrinya. Atau kalau tidak berselingkuh atau menikah lagi tanpa sepengetahuan istri dan ibundanya. Atau menikah lagi dengan memberikan sejumlah alasan kepada Raihana sehingga bisa diterimanya meskipun dalam keadaan terpaksa.
Dua novelet yang cukup menarik, dimana kedua kisah ini menyuguhkan penemuan cinta yang sangat bertolak belakang. Niyala dan Faiq menemukannya dalam bentuk keyakinan dalam waktu yang sangat singkat, hanya dalam sehari. Terlepas dari rangkaian perasaan yang sebenarnya telah ada dan rapi tersimpan selama beberapa tahun.

Sementara, sang “aku” harus bertahun-tahun berusaha menerjemahkan anugerah yang telah ada pada dirinya untuk kemudian berhak mendapatkan kesungguhan cinta. Cinta yang sebenarnya telah ada, namun tertutup oleh obsesi yang sebenarnya hanya ibarat satir tipis, hanya dengan hembusan sedikit angin sudah menampakkan jati dirinya. Sang “aku” harus menyadarinya ketika anugerah itu sudah dalam bentuknya yang lain, yaitu ketika kasih dan cinta itu tinggal bisa diuntai dengan rangkaian doa................

****************

Sabtu, 10 Januari 2009

ALAT KONTRASEPSI BAHAN POKOK KE SEPULUH

Judul Buku : Sketsa Kesehatan Reproduksi Perempuan Desa
Jenis : Serial Kesehatan Reproduksi Petani
Penulis : Roosna Hawati Dkk. (10 Pendamping Lapang)
Editor : Sri Hadipranoto & Heru Santoso
Penerbit : YPP Press, Malang
Cetakan : Cetakan I, 2001
Tebal : 228 Halaman

Sudah menjadi suatu hal yang dianggap wajar, persoalan-persoalan yang menyangkut dengan kehidupan perempuan menjadi tanggung jawab perempuan, seperti halnya persoalan domestik dan kesehatan reproduksi pada perempuan. Tetap dianggap wajar meskipun itu mengganggu ritme kehidupan, kesehatan, produktivitas, kenyamanan bahkan mengancam keselamatan hidup dan jiwanya.

Terutama persoalan yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, dianggap sebagai persoalan yang sangat pribadi dan tabu untuk dipersoalkan secara umum. Kesehatan reproduksi (kespro) perempuan adalah ranah kehidupan dan tanggung jawab perempuan.

Buku ini membahas tuntas aspek-aspek kesehatan reproduksi perempuan yang seharusnya menjadi perhatian laki-laki dan perempuan, tokoh masyarakat, pemerintah (dengan segenap perangkat dan kebijakannya) dan dunia usaha. Paparan yang merupakan kisah nyata kehidupan perempuan desa, khususnya di komunitas petani, yang berusaha membangun kesadaran bersama (laki-laki, perempuan, serta seluruh pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung) bahwa persoalan kespro perempuan adalah persoalan hak kesehatan dan kelangsungan hidup manusia, khususnya bagi perempuan.

Untuk jangka waktu yang sangat lama, mitos-mitos, doktrin-doktrin dan stigma-stigma yang berhubungan dengan reproduksi mengakar kuat dalam masyarakat sebagian besar sangat merugikan perempuan. Termasuk ketika laki-laki berusaha untuk mengambil peran dalam kegiatan yang berhubungan dengan kespro perempuan, sebagai wujud tanggung jawabnya, masyarakat kurang memberikan penerimaan, apalagi penghargaan, bahkan cenderung meremehkan, melecehkan dan memberikan stigma pada mereka.

Sejarah masyarakat dampingan ini juga tak lepas dari praktek pelecehan dan kekerasan yang kadangkala justru dilakukan oleh aparat pemerintah dan pamong. Seperti pada sekitar awal tahun 70an hingga akhir 80an ketika program KB digalakkan. Juga dalam praktek-praktek medis yang masih sangat mungkin tetap berlangsung hingga saat ini. Hingga tidak berlebihan kalau beberapa praktek dengan pelecehan dan kekerasan itu menimbulkan trauma yang justru membuat perempuan rentan terhadap segala dampak buruk pengabaian dan tak terpenuhinya hak kesehatan, khususnya kesehatan reproduksi.

Buku ini menjadi sangat menarik untuk dicermati dan sebagai acuan untuk melihat, seperti apakah sketsa kesehatan reproduksi perempuan-perempuan yang ada di sekitar kita, karena buku ini dilengkapi dengan sejumlah data berupa pernyataan-pernyataan masyarakat (yang sering dituliskan dengan menggunakan bahasa asli atau bahasa daerah), khususnya masyarakat dalam dampingan program pertanian.

SASTRA GENDER DAN PSIKOSOSIAL RAJAA

Judul Buku : The Girls Of Riyadh (Edisi Bahasa Indonesia)
Penulis : Rajaa Al Sanea
Penerjemah : -
Penerbit : -
Tebal : 406 Halaman


Membaca karya Rajaa, saya menemukan gaya penulisan yang berbeda dari kebanyakan karya novel. Teringat saya akan tulisan Rayni N. Massardi dengan buku perjalanannya menuju kursi legislatif di tahun 2004 lalu. Sangat sedikit dialog di dalamnya. Buku ini, penuh dengan rentetan peristiwa dan diskripsi yang dalam dari tokoh-tokoh yang diakuinya sebagai sahabat-sahabat penulis. Qamrah, Lumeis, Shedim dan Michelle.

Rajaa sendiri menyebutnya ini sebagai sebuah riwayat. Kristalisasi dari perjalanan panjang empat sahabat perempuannya untuk menemukan dan menguatkan nilai-nilai yang kelak akan menjadi prinsip-prinsip dalam kehidupan mereka. Bahkan sebenarnya dia sudah ingin memulai menuliskannya lima tahun yang lalu.

Bisa dimaklumi mengapa buku ini dilarang peredarannya di negara asal Rajaa. Bahkan menurutnya sendiri, ketika riwayat ini menjadi rangkaian email bersambung yang senantiasa dinantikan di hari Jum’at di negaranya, dampak dari isinya menjadi cukup spektakuler. Beberapa respon dia tuliskan juga di email sebagai pengantar kisah keempat sahabatnya menemukan jati diri di tengah perbedaan sosiobudaya.

Rajaa dengan kuat menggunakan pisau gender dan psikososial untuk melakukan analisis yang ditampilkannya dengan bahasa sastra yang cukup enak. Kita akan menemukannya dengan begitu vulgar di beberapa bagian. Salah satunya di bagian 11 ketika Shedim menemukan sedikit gambaran penyebab Walid meninggalkannya setelah kejadian yang dianggapnya sebagai penyerahan diri seutuhnya sebelum pernikahannya.

Melalui karangan Ummu Nuwair yang melakukan pengkatagorian laki-laki dan perempuan Arab berdasarkan beberapa aspek. Kepribadian yang dilandasi keyakinan dan ikatan yang kuat pada institusi keluarga, nilai-nilai keyakinan yang diilustrasikan secara samar, namun kuat ditampilkan sebagai tatanan aturan dan hukum di negeri ini. Faktor ini digambarkan begitu kuat sehingga masih belum mampu dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang diyakini bisa membentuk kepribadian dan kepercayaan diri seseorang.

Seperti di bagian yang lain, pendidikan dan kedudukan sosial politik yang tinggi sebagaimana yang digambarkan pada sosok Faraz, tetap saja tidak bisa mengubah kuatnya pengaruh keluarga, lebih dominannya adalah ibu, dalam menentukan sikap dan mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Secara transparan digambarkan, bagaimana kesalahan sikap dan keputusannya ini menjadi berdampak fatal, selain merugikan perempuan yang telah dinobatkan menjadi istrinya dan membuka peluang terjadinya perselingkuhan dan perzinahan.

Bukan hanya pada sosok Faraz, kita juga akan menemukan penderitaan Qamrah lahir dan batin akibat ketergantungan suaminya (Rasyid) yang pada akhirnya diketahui memiliki hubungan khusus dengan Karey. Rasyid menguatkan alasan mengapa ia tidak mudah begitu saja meninggalkan gadis Jepang ini. Keluarga Karey lah yang telah benyak memberikan dukungan, terutama pada saat-saat Rasyid benar-benar dalam kesulitan. Alasan ini dipergunakan sebagai pembenaran atas pemikiran, sikap dan tindakannya untuk tidak sepenuh hati mencintai Qamrah, bisa meluapkan amarah dengan kekerasan lahir dan batin, pada akhirnya meninggalkan perempuan yang telah dinikahinya dan kembali pada “cinta sejatinya”, Karey.
Meski kisah keempat gadis ini dituturkan tidak runut, gaya sastranya yang lugas membuat dengan mudah kita menarik benang merah yang menghubungkan setiap peristiwa dalam kurun waktu yang jelas.

Pemberontakan yang halus terhadap kultur asli Arab dipaparkan dengan melakukan komparasi tersembunyi bahkan terang-terangan dengan budaya yang lebih mengedepankan kebebasan dan kemerdekaan berideologi, berpikir, bersikap dan bertindak. Meski diantara pengantar tiap bagian, penulis mencoba menyangkal komparasi sebagai bentuk pemberontakan, jelas pembaca bisa menemukan dengan begitu tegas di bagian awal dan akhir buku.
Meski kultur yang kuat dengan tatanan hukum negara tidak sama dengan di negeri ini, buku ini menginspirasu kita, bagaimana sebenarnya potret perempuan di negeri ini jika telah dihadapkan pada persoalan cinta, pernikahan, konsep dan citra diri serta perjuangan untuk harkat dan martabat. Lebih sederhana dan dalam lingkup kecil......... untuk dirinya sendiri...............


Cimahi, 19/06/2008 7:09:18

PUJI SYUKURKU

Alhamdulillahirabbil 'alamin....................

Aku bersyukur sekali bisa memulai membuat blog ini setelah blog lainku di wordpress. Sebenarnya, membuat beberapa blog buatku, selain proses belajar dan memperkaya wawasan, juga berusaha untuk mempermudah akses "comments" (baca: silaturrahim) buat temen2 yang berada dalam komunita blog sama.

Ini bukan hal yang mudah buatku. Karena artinya aku lebih banyak menggunakan waktu untuk mengelola beberapa blog. Hm, nikmatin aja yah....... Pati akan menemukan keunikan dan keasyikan tersendiri.

Dalam blog ini, aku akan khususkan tentang buku dan media. Pengkhususan ini kubuat agar temen2 gak bosen jika membuka semua blogku (hehehe, yakin banget bakal banyak temen yang berkunjung..... ya iyalah, Insya Allah, kan temen2 baek skale :)).

Btw, aku berharap temen2 bersedia memberi kritik, komentar, saran, ....... (apalagi ya ???) pada coretan2ku nanti.

Dan semoga Allah menguatkanku sehingga tiada kata lelah untuk terus menulis dan berkarya, membagi apa yang telah diberikanNYA padaku dengan segenap keikhlasan yang DIA juga pasti berikan padaku.


Semoga.........................